Pertanyaan pertama
Bukankah kita melewatkan mata untuk saling tatap?
Dimana pecahan kenangan melewatinya.
Kau katakan sepenggal cahaya yang tertinggal adalah senyummu untuk kita pagi ini.
Pagi yang mana?
Kini aku menemani malam, kau tahu itu?
Untuk apa katamu?
Mungkin menanti dua titik cahaya nanti fajar.
Pertanyaan kedua
Siapa dirimu katamu?
Pantas untuk mengadiliku
Kita terbaik untuk siapa diri kita.
Hadirmu raja untuk singgasanaku
Hancur kau mengerti?
Seperti khayalku katamu, bukan yang pertama kali.
Masihkah aku berjalan dimata rendah sayumu?
Aku tau kau bukan dari khayangan, yang terbaik pula.
Disana, katanya bidadari adalah yang terbaik diantara yang tercantik.
Pertanyaan ketiga
Tak mengerti kenapa, fikirmu?
Tak terucap namun menggantung di lidahmu.
Kenapa kau tak datang semalam ?
Aku menunggu semalaman dipintu mimpiku.
Pertanyaan keempat
Kita mabuk.
Mabuk cahaya
Dan aurora kegembiraan yang lama tak kita rasakan lagi.
Ya
Kita mungin terkikis oleh waktu.
Tapi ketika kita meninggi, mungkin aku meninggikanmu.
Suatu hari kau bertanya bisa kah kita masih berendam didalam tinta cahaya-Nya?
Itu tergantung sedalam apa kau meminum air yang di tawarkan-Nya
Banyak kok berhamburan dilantai dunia.
Ketika nanti kau menemukanku, ditemani oleh cahaya
Disekelilingku
Mungkin sudah tak kau temukan lagi jiwaku yang dulu
Aku terlalu mabuk untuk mengingatnya
Pertanyaan kelima
Mengapa membuang-buang waktu untuk menunggu pertanyaan selanjutnya?
Kita sudah melewati masa ini.
Sudah
Dulu sekali, ketika umur kita awal berjumpa.
Pertanyaan keenam
Elok kau ingin dipanggil
Aku membayangkan surga ada didepan mataku ketika kau berdiri
Tak jemu aku memandang
Kau ingin ditemani olehku?
Jangan, nanti aku keterusan
Memendam rindu adalah keasyikan yang kunikmati sendiri saat ini
Rindukah ini katamu?
Ketika tanganmu sudah tak ada lagi mengggenggam waktu?
Ketika berjalan hanya bayangmu yang mengikuti?
Ketika ragamu lupa cara memeluk?
Amink