Seperti biasa, entah kutukan atau apa, kemanapun kaki
melangkah saya selalu saja disertai dengan musibah yang anehnya ada saja yang
menarik untuk di ingat dan diceritakan. Hari pertama di jogja ditandai dengan
kehilangan kunci motor pada saat motornya masih menyala dan berjalan melintasi
kota Jogja! Fantastis!
Kejadiannya seperti ini, hari pertama kami menjejakkan kaki
di Jogja pada pukul 4.30 pagi dengan kepala masih puyeng akibat
terngiang-ngiang teriakan penjual getuk asli Purwekerto (so what kalo dari
Purwekerto Mas!). dari stasiun kami langsung meluncur kekontrakkannya abang mas
Danar untuk istirahat sejenak, karena fikiran masih melayang-layang, kami pun
pergi mencari warung kopi terdekat untuk menyegarkan otak yang sedikit keruh
ini. Segeeeer!!! Sampai pukul 6 pagi pada saat orang-orang perlahan bangun
untuk melanjutkan rutinitasya, kami malah pulang untuk melakukan ritual yang
tertunda dikereta api tadi, yak tepat sekali sodara-sodara, tidur!
Terbangun pukul 12 siang dengan keadaan setengah teler
akibat kelelahan kami pun ditraktir makan siang kemudian lanjut jalan-jalan
menikmati kota Jogja menggunakan 2 sepeda motor milik keluarga mas Danar. Mas
Danar yang bertugas sebagai tuan rumah mempunyai tanggung jawab untuk
mengantarkan kami kedaerah-daerah yang pantas untuk dikunjungi. Tujuan pertama
adalah Malioboro, setelah puas dengan belanja seadanya untuk baju ganti agar
terlihat membaur dengan warga sekitar, kamipun pergi melanjutkan perjalanan ke
Alun-Alun nan gersang di sekitaran Keraton, karena Keratonnya sedang tutup
karena ada kegiatan di sekitarnya maka kami puas untuk melotot di daerah tandus
tersebut menonton orang-orang yang lalu-lalang. Kebetulan pasar baju bekas yang
hari sebelumnya tampak digelar disana telah siap untuk bongkar muatan untuk
pindah ketempat lain.
Perjalanan selanjutnya adalah Taman sari, alias tamannya
raja jaman dahulu kala. Disinilah musibah itu datang. Motor yang saya kendarai
bareng Adit dari Alun-Alun tampak berjalan mulus sampai ke parkiran Taman sari,
permasalahannya adalah, ketika sampai disana saya bingung untuk mematikan mesin
motor saya, padahal anak TEKA pun tahu cara mematikan mesin motor, namun saya
tetap tidak sukses mematikan motor tersebut karena ternyata kunci motornya
HILANG ALIAS RAIB dari tempat kontaknya!
Sangat fantastis menurut saya, karena motor tersebut bisa sukses mencapai sana
tanpa menggunakan kunci. Jika pintar, pada saat motor masih menyala saya
kembali lagi menyusuri jalan yang saya lalui, jika tidak berhasil saya ketempat
tukang kunci untuk membuatkan kunci barunya. Itu jika saya adalah orang yang
pintar, Ketololan saya adalah mematikan kunci tersebut dengan kunci motor yang
dipakai mas Danar dan kemudian TIDAK BISA KEMBALI LAGI! Setelah kembali 2 kali
bolak balik dicari oleh saya dan mas Danar secara bergantian menggunakan motor
yang satunya lagi dan hasilnya nihil, alhasil solusinya adalah mendorong motor
tersebut sejauh 7 blok untuk mencari tukang kunci! Baguuuuus,, semakin besarlah
telapak kaki sayah.. what a shame.
Hari kedua Kucing gendutku datang menjemput. Katanya kangen
luar binasa tidak menyurutkan niatnya untuk menjemput pangerannya yang ganteng
dan cacat mental ini, hehehe. Setelah melepas rindu lama tak bertemu, Perjalanan
dilanjutkan dengan niat hunting foto-foto di kisaran Borobudur. Perlengkapan
lengkap, motor stand by, kamera DSLR udah siap 3 biji (punya mas Danar, Adit
dan Kucing, saya Cuma numpang keren doang, hehehehe, maklum orang kere),
amunisi penuh, badan wangi dan matahari bersinar terik (tidak lupa basahin
jambul). Mantap! Perjalanan memakai sepeda motor tidak sampai setengah jam dan
hujan pun mengucur dengan derasnya! Ketek! Gagal total.
Malemnya nge-jamu ke House of Raminten dekat kantor Kompas.
Setelah banyak tertawa melihat menu yang disajikan dan pakaian pelayan cewenya kayak jualan badan dan cowonya
kayak gigolo kampungan, saya memesan teh Jahe karena badan saya meriang
kedinginan ( ada judul jamu “susu perawan nancep” jamu segala macem dari obat
kuat sampai obat panu, dan edisi spesial untuk kaum Adam yaitu pijat
tradisional dengan ramuan khusus yang dipijet oleh mbak-mbak sexi, noughty,
bitchy gitu deeeh). At least, nongkrong di tempat ini buat hari saya gag
terlalu buruk lah, tempatnya Cozy banget, tapi sayang tempatnya diimbangi
dengan pelayanannya yang amburadul. Kasian mas Danar, udah mesen nasi kucing porsi
double gag pake telor, 2 jam gag dateng-dateng juga, padahal makanan kami udah
ludes semua (saya mesen pisang pake mises seres SATU BIJI harga 5 ribu, Damn!).
Hari ketiga niat untuk berburu foto di Borobudur pun
tercapai, berbekal pengalaman pahit kehujanan hari sebelumnya, Kucing
ber-inisiatip untuk menyewa mobil yang bisa bawa kita semua keliling Jogja.
Rute Borobudur-Prambanan-Kota Gedhe-Parang Tritis dan kembali ke Malioboro
dijadikan target satu hari full kita jabanin, tidak ada kejadian bodoh hari ini
kecuali pada bagian akhir Adit hampir di tarik penunggu pantai Paris (parang
Tritis) untuk dijadikan qurban karena nekat mau naik karang ditengah arus deras
untuk mengambil foto pose bertapa ala Ki Joko Bendot diatasnya. Ga banget!
Hari keempat saya dan kucing dikerjain tukang becak ketika
ingin mengambil foto di Keraton. Setelah penawaran alot kami bisa mendapatklan
harga 3ribu perak untuk keliling tempat bakpia, dagadu dan keraton. Masalahnya
disana kami gag mau belanja bakpia dan gag mau belanja di Dagadu, secara di
malioboro jauh lebih murah. Jadi kami minta langsung diantar ke Keraton dan minta ditungguin
pulangnya, eh, malah ditinggal sama tukang becak sialan itu, untung belum
dibayar. Ternyata usut punya usut, para tukang becak memaksa dengan rute pergi
ke tempat bakpia dan Dagadu itu akan mendapatkan persenan dari penjual jika
pelanggannya membeli produk-produk disana. Pantes saya ditinggal, lah saya gag
ada beli apa-apa langsung ke Keraton, udah gitu kami didalam ada kali sekitar 2
jam untuk nyari spot foto yang aduhay. Tukang becak mana yang mau nunggu segitu
lama dan menderitanya hanya untuk 3ribu perak?
Malemnya adalah malam terakhir di Jogja nyari makan gudeg
masih dikisaran Alun-alun di tempat perkampungan jual gudeg dan kemudian
dilanjutkan menonton paduan suara dan marching band untuk memperingati malam
ulang tahun UII (Universitas Insya Allah Islam) dibundaran Tugu Serangan 11
Maret. Baru selesai acara yang pertama, bahkan EMSI pun baru masuk membawakan
acara, cuaca tampaknya kurang bersahabat dan tiba-tiba saja langit runtuh
dengan menumpahkan bergalon-galon air ke
kepala kami. Jadilah dalam hitungan detik kami basah kuyup macam kucing diguyur
air sebaskom. Kasian si Kucing baru beli sandal bulu udah lepek lagi,, hahahha.
*ampun cing, jangan ketok lagi palanya sayah*
Hari terakhir di Jogja dibuka dengan sarapan dipasar
Bringinharjo pada pukul 10 pagi dilanjutkan dengan shopping terakhir di Malioboro
dan Mirota batik kemudian harus check out dari home stay pada pukul 12.00!
Seluruh perjalan saya di Jogja bisa dibilang tidak terlalu
buruk dan tidak terlau baik juga, mengingat keadaan jiwa saya yang masih shock
setelah program dan berbagai macam musibah yang menimpa. Keep fight alligator.
*Catatan kaki setelah dari Jogja*
Dengan berniat sekali menantang panasnya Indonesia, saya
menggunakan A1 kebanggaan untuk diperlihatkan kepada orang tua saya atas wujud
terima kasih dan pengabdian saya kepada mereka yang akan menjemput saya di
Bandara Sepinggan. Penerbangan delay 1 jam karena badai (lagi-lagi hujan
mengacaukan liburan saya di Jogja sampai detik-detik akhir) dan setelah tuntas
membaca surat Al-Fatihah dan ayat kursi karena pesawat yang berguncang hebat
memasiki awan hitam, pesawat kecil ini sukses mengudara dan siap mendarat di Balikpapan
satu setengah jam kemudian. Kebahagian mereka tidak dapat dilukiskan dengan
kata-kata ketika melihat saya memasuki ruang pengambilan baggage dan keluar
menyambut mereka. Saya dihadiahi ciuman dari Abah, Mama, Nenek Omon, Acil,
Paman, Melli Ponakan sayah dan Adik kesayangan sayah, Fadhilla.
Namun kebahagiaan ini tak berlangsung lama, mobil berjalan
dari bandara menuju rumah sayah melewati rumah nenek sayah untuk mengantarkan
paman dan acil sayah pulang di daerah Samboja, 2 jam kemudian musibah datang
(LAGI!). tercium bau menyengat yang membuat saya memandang tajam kearah
Fadhilla yang duduk disamping saya. Fikiran saya adalah, ni anak kurang ajar
banget, udah gag boker 2 minggu yah!namun setelah lumayan mabuk dengan bau
tersebut, kami baru sadar kalo kampas kopling mobil sewaan keluarga sayah
hangus terbakar, dan kami pun terpaksa berjalan kaki dan sedikit mendorong
ketika melewati bukit kecil karena mobil mengeluarkan bau ban terbakar dan
menggerung-gerung tidak kuat berjalan lagi, macam kakek tua yang dipaksa sprint
oleh cucunya. Mobil kami stuck ditengah jalan antah berantah dimana semua
warung tutup dan rumah orang juga saling berjauhan dan terkunci. Yang jadi masalah
adalah, terakhir kami makan itu ketika sarapan pagi harinya di pasar
Bringinharjo 11 jam sebelumnya! Dengan kondisi kelaparan dan terlantar sayah
menunggu jemputan sekitar 2 jam untuk menderek mobil kami.
Tapi jangan kira musibah yang menimpa sayah” cuma” sampai
situ, karena mobil yang menderek kami terlalu kencang jalannya, maka mobil
mogok yang dikendalikan oleh Abah saya (saya dan paman saya tinggal dimobil ini
mengorbankan nyawa, hehehe) dibelakangnya kalang kabut menstabilkan jalan mobil
dengan menginjak pedal rem sepanjang jalan, mungkin karena terlalu panas, besi
di velg mobil yang menempel piringan rem disana menjadi terlalu panas dan
membuat ban mobil itu pecah!
Alhasil kami sampai dirumah nenek Omon sekitar pukul 2 dini
hari dan mencari cara pulang kerumah pagi hari setelah beristirahat, padahal malam
ini kami diminta langsung mampir kerumah neneknya si Kucing begitu sampai di
Samarinda untuk menghadiri selametan yang besok mau berangkat Umroh. Maaf ya
nek!
Dan disinilah saya, terperangkap pada pukul 4 dini hari
diruang tamu keluarga paman Udin mengetik serentetan musibah yang menimpa saya
selama beberapa hari ini yang membuat sayah Insomnia Tingkat Lanjut. Fak!