Senin, Maret 15, 2010

Kehilangan Terbesar Sayah





*menghirup nafas panjang*

Hard disk sayah rusak, itu kabar pertama yang ingin sayah kasih tau. Dan sekedar info, semua foto saya dan segala macam dokumen udah ada disana sejak sebelum program dimulai sampai program hampir selesai hilang tak terbaca. Seperti yang selalu terjadi apabila kita kehilangan barang berharga, kita pasti akan dilanjutkan dengan kehilangan barang berharga berikutnya. I-pod touch sayah ilang dicuri ketika saya lagi ngajar kursus bahasa inggris dirumah keluarga angkat sesaat sebelum program ini berakhir juga.

Saat ini saya baru aja kembali dari mengantar partisipan Kanada kebandara untuk take off kembali kenegaranya, yang berarti program pertukaran pemuda yang saya ikuti selama 6 bulan ini secara official selesai.  Hal ini mengisyaratkan bahwasanya saya juga harus berpisah dengan counterpart saya, Sebastian (diakui apa tidak, dia adalah bahan yang sangat bagus sekali saya cela untuk bahan tulisan saya, hehe, sorry Seb) Ini tentu saja membawa kehilangan lainnya, yang pertama adalah kehilangan keluarga angkat yang sangat luar biasa, bahkan saya gag bisa mengungkapkannya dengan kata-kata betapa mereka membawa dampak yang sangat positif bagi saya selama mengikuti second phase di Indonesia. Makasih banget buat pak Budi, Mamah Ina , Diki, Teh Eva, A Nano, pak Iyep, Mah Ita , Teh Anti dan suami beserta Nazka, dan Adam. Makasih udah menganggap sayah sebagai anak sendiri dan memaklumi ketololan dan keteledoran saya (sampai hampir salah celana dalam dan berkali-kali diteriakin karena dompet dan hape ketinggalan).

Kehilangan selanjutnya adalah komunitas desa Cikandang yang kadang-kadang suka membuat saya geli sendiri melihat tingkah laku warganya. Terus terang desa ini mempunyai nilai unik tersendiri dihati sayah. Pak kades yang berkali-kali kami buat jungkir balik karena ikit-ikutan dibuat repot mengurus program-program kami, pak entis yang saya pinjam sepatu bolanya untuk membawa nama desa dalam pekan olahraga cikandang sampai penuh lumpur ( maaf pak, sepatunya saya lupa cuci!), mang uloh yang multi talenta, beliau adalah hansip desa cikandang, komentator pertandingan (komentator yang paling cepat ngomongnya dan terheboh yang pernah saya temui) serta pelawak sekaligus penangkap ikan waktu kita kemping dipantai Sancang di daerah pantai selatan, A dedy dan A budi yang bercita-cita ingin jadi wasit sepakbola yang sukses, anak-anak SD cikandang 1, 2 dan desa Margamulya yang hebohnya minta ampun kalau partisipan melintas SD mereka. Anak-anak TK mutiara yang lebih hafal lagu ST 12, KANGEN BAND (huek), ARMADA dan kawan-kawan seperguruannya dibanding lagu-lagu daerah. Dan terakhir adalah para Host Families yang sudah membuat perut kita buncit gag keruan karena setiap kita mampir kerumah partisipan gag akan diijinkan keluar pintu apabila tidak makan dulu . (bayangkan jika kita mampir kerumah seluruh partisipan ketika debriefing phase ke-2 yang planningnya adalah mengunjungi seluruh rumah peserta, mampus!)

Kehilangan terbesar tentu saja adalah kehilangan saudara-saudara seperjuangan saya yang dari Sabang sampai Merauke.  Bahkan ketika mengetik ini pun saya masih merasa shock harus berpisah sama mereka. Bahasa lebainya tu yah, kita udah senasib sepenanggungan, susah senang, sedih ketawa bareng, koprol, dihukum push-up, gila-gilaan selama 7 bulan bersama termasuk PDT sampai akhir program dari bangun tidur sampai mau tidur dan bangun lagi yang sayah liat adalah muka mereka. Shock yang menimpa saya sampai saat ini adalah karena kita harus berpisah lebih capat dari yang udah ditentukan.
Begini ceritanya, seharusnya selesai program itu ditentukan ketika peserta dari Kanada pulang kerumah masing-masing, namun dari pihak alumni berniat akan memberikan perpisahan sekaligus pengukuhan menjadi alumni kepada peserta program dari Indonesia seperti tradisi sebelumnya. Namun sayang, karena kesalahan bodoh yang dilakukan antara pihak Alumni dan pihak Menpora maka acara itu batal, dan rencana perpisahan terpaksa juga dipercepat. Maka dampak yang paling terasa pada saat itu tertuju kepada peserta Indonesia yang langsung kena serangan shock tingkat tinggi karena harus mengucapkan perpisahan saat itu juga. Maka pecahlah semua air mata karena kita harus meninggalkan hotel dan seluruh peserta pada detik itu juga, soalnya Menpora hanya membatasi menginap sampai pukul 11 siang dan kita mengetahui kabar itu pada pukul setengah sebelas siang setelah mengantar pulang peserta dari Kanada. Maka untuk membuatnya “sedikit berkesan” kami memutuskan untuk tinggal dijakarta satu hari lagi agar malamnya bisa makan malam bersama untuk terakhir kalinya. Maka dikumpulkanlah orang-orang yang masih bisa stay di Jakarta sebelum pulang ke daerahnya masing-masing di asrama mahasiswa Sulawesi Selatan disekitaran jalan Pegangsaan didepan tugu proklamasi. Setelah terkumpul semuanya, yaitu saya sendiri, Mas Danar, Mambri, Aal, Dian, Suci, Galih, Grace, El, Naje, Risna, Putri, dan yang terakhir Adit minus Hendri yang tampaknya sibuk sekali sejak menjejakkan kaki di Jakarta kita semua menuju Hotel Garuda yang ada disekitaran pasar Senen, Galih yang orang tuanya tajir mampus itu mengirimkan om nya untuk membukakan 5 kamar sekaligus untuk kita menginap!!
Makan nasi goreng disampaing jalan, sambil bercanda, minta request lagu sama pengamen, tertawa, menangis dan jalan-jalan dikota jakarta malam itu tidak mengurangi rasa kebersamaan  kami. Dan puncaknya adalah Project Supervisor dari Indonesia yaitu Ka Acho dan Ka Ainis datang mengunjungi kami dengan membawa Durian yang gag bisa saya hitung sangking banyaknya, dan berpestalah kami malam itu, mabuk Durian!!! Wakakakakakkaka. Kemudian terbersitlah ide untuk pengakuan dosa semua pelanggaran yang pernah kami lakukan selama program ini. Banyak kejadian mengejutkan dan kebohongan yang bau busuknya berhasil ditutup-tutupi oleh kami, dan yang menjadi MAN OF THE MATCH malam itu adalah Galih,, ni anak emang 100% penjahat dah nakalnya. Pantas dia minta terakhir yang ngomong karena ternyata cerita kejahatan dia membuat anak-anak dan Project Supervisor hanya bisa melongo dan menyumpah. Hahahahahhaha.

Jadi begitulah jadinya sekarang, everything come and go like fly, there’s nothing left just memories. Dan sebagai pengobat rasa sakit hati dan kesedihan saya, sekarang saya kabur ke Jogjakarta jadi gelandangan bersama Adit dan mas Danar. Entah apa yang akan saya lakukan lakukan disana masih tanda tanya besar, karena saya tidak tahu menahu Jogja, dengan bermodal moncong besarnya mas Danar (yang emang terlahir bermoncong besar) yang katanya punya abang didaerah uptown Jogja. Lumayanlah, dengan kenekatan tingkat tinggi karena uang dikantong yang semakin lama semakin menipis, sayahpun sekarang sudah ada dikereta ekspres kelas eksekutip duduk manis disamping pak masisnis yang berkumis tipis. Hehehehe.
Satu hal yang membuat cacat perjalanan ini adalah para jualan Getuk dan kawan kawan yang berteriak disamping pintu kompertemen karena tidak bisa masuk kedalam kabin kerena ini adalah kelas eksekutip. Mungkin karena hal itulah merka berteriak dengan semangat 45 untuk membangunkan para penumpang pada pukul 3 pagi. Jancok!! Tidur lelap saya terganggu oleh teriakan “Getuk .. Getuuuk!!,, Kopiii.. kopii..!! Nopiaaaaaah!!” canggihnya mereka berteriak dalam birama 4/4 antara suara satu sampai tiga, hehehehhe. Adit yang terbangun kaget karena suara teriakan mereka bertanya kepada salah satu penjual getuk.
“pak, ini udah sampai daerah mana ya?.”
Dan penjualnya pun menjawab
“Getuuuk goreeeng asli Purwekertooo!”
Terjawablah sudah.
Seperti kata guru ngaji di kampung sayah, kehilangan adalah teguran Tuhan, agar kita lebih selalu mengingat-Nya.



*catatan kaki sedikit kejadian beberapa jam sebelum pergi ke Jogja.*
sayah dan Danar bingung dan terlihat goblok sekali  berduaan dikamar hotel (karena jam 1 siang harus check out sedangkan tiket kereta apinya jam 8 malem) setelah perpisahan dengan anak-anak yang lain pagi harinya. Danar kemudian mengambil inisiatip untuk menelpon mba Firlana, salah satu alumni program di Jakarta yang sukses bekerja disalah satu NGO yang lumayan besar di gedung Intiland Tower Jl. Jend Sudirman, dengan niat minta pertolongan. Gayung pun bersambut, kami disuruh beliau untuk datang kekantornya dilantai sembilan dan kemudian diajak makan siang direstoran Cina yang sangat fancy sekali. Halah! Jiwa anak kos saya pun keluar, tidak mau rugi, saya dan mas Danar memesan makanan se enak jidat aja, walawpun bahasanya saya gag ngerti, saya pesen makanan yang namanya paling panjang di menu . (karena biasanya kalo makanan enak namanya tuh panjang dengan bahasa yang ngejelimet, dan biasanya tebakan saya selalu benar, hehehheha). At least, today is not too bad, met and greet with her little bit decrease my sadness about the farewell.. apa coba..

0 komentar:

 

Catatan Mahasiswa Sableng (C M S) Copyright Protect Reserved and Edited by ♥chamink♥ © 2012