*menghirup nafas panjang*
Hard disk sayah rusak, itu kabar pertama yang ingin sayah
kasih tau. Dan sekedar info, semua foto saya dan segala macam dokumen udah ada
disana sejak sebelum program dimulai sampai program hampir selesai hilang tak
terbaca. Seperti yang selalu terjadi apabila kita kehilangan barang berharga,
kita pasti akan dilanjutkan dengan kehilangan barang berharga berikutnya. I-pod
touch sayah ilang dicuri ketika saya lagi ngajar kursus bahasa inggris dirumah
keluarga angkat sesaat sebelum program ini berakhir juga.
Saat ini saya baru aja kembali dari mengantar partisipan
Kanada kebandara untuk take off kembali kenegaranya, yang berarti program
pertukaran pemuda yang saya ikuti selama 6 bulan ini secara official selesai. Hal ini mengisyaratkan bahwasanya saya juga
harus berpisah dengan counterpart saya, Sebastian (diakui apa tidak, dia adalah
bahan yang sangat bagus sekali saya cela untuk bahan tulisan saya, hehe, sorry
Seb) Ini tentu saja membawa kehilangan lainnya, yang pertama adalah kehilangan
keluarga angkat yang sangat luar biasa, bahkan saya gag bisa mengungkapkannya
dengan kata-kata betapa mereka membawa dampak yang sangat positif bagi saya
selama mengikuti second phase di Indonesia. Makasih banget buat pak Budi, Mamah
Ina , Diki, Teh Eva, A Nano, pak Iyep, Mah Ita , Teh Anti dan suami beserta
Nazka, dan Adam. Makasih udah menganggap sayah sebagai anak sendiri dan
memaklumi ketololan dan keteledoran saya (sampai hampir salah celana dalam dan
berkali-kali diteriakin karena dompet dan hape ketinggalan).
Kehilangan selanjutnya adalah komunitas desa Cikandang yang
kadang-kadang suka membuat saya geli sendiri melihat tingkah laku warganya.
Terus terang desa ini mempunyai nilai unik tersendiri dihati sayah. Pak kades
yang berkali-kali kami buat jungkir balik karena ikit-ikutan dibuat repot mengurus
program-program kami, pak entis yang saya pinjam sepatu bolanya untuk membawa
nama desa dalam pekan olahraga cikandang sampai penuh lumpur ( maaf pak,
sepatunya saya lupa cuci!), mang uloh yang multi talenta, beliau adalah hansip
desa cikandang, komentator pertandingan (komentator yang paling cepat
ngomongnya dan terheboh yang pernah saya temui) serta pelawak sekaligus
penangkap ikan waktu kita kemping dipantai Sancang di daerah pantai selatan, A
dedy dan A budi yang bercita-cita ingin jadi wasit sepakbola yang sukses,
anak-anak SD cikandang 1, 2 dan desa Margamulya yang hebohnya minta ampun kalau
partisipan melintas SD mereka. Anak-anak TK mutiara yang lebih hafal lagu ST
12, KANGEN BAND (huek), ARMADA dan kawan-kawan seperguruannya dibanding lagu-lagu
daerah. Dan terakhir adalah para Host Families yang sudah membuat perut kita
buncit gag keruan karena setiap kita mampir kerumah partisipan gag akan
diijinkan keluar pintu apabila tidak makan dulu . (bayangkan jika kita mampir
kerumah seluruh partisipan ketika debriefing phase ke-2 yang planningnya adalah
mengunjungi seluruh rumah peserta, mampus!)
Kehilangan terbesar tentu saja adalah kehilangan
saudara-saudara seperjuangan saya yang dari Sabang sampai Merauke. Bahkan ketika mengetik ini pun saya masih
merasa shock harus berpisah sama mereka. Bahasa lebainya tu yah, kita udah
senasib sepenanggungan, susah senang, sedih ketawa bareng, koprol, dihukum
push-up, gila-gilaan selama 7 bulan bersama termasuk PDT sampai akhir program
dari bangun tidur sampai mau tidur dan bangun lagi yang sayah liat adalah muka
mereka. Shock yang menimpa saya sampai saat ini adalah karena kita harus
berpisah lebih capat dari yang udah ditentukan.
Begini ceritanya, seharusnya selesai program itu ditentukan
ketika peserta dari Kanada pulang kerumah masing-masing, namun dari pihak
alumni berniat akan memberikan perpisahan sekaligus pengukuhan menjadi alumni
kepada peserta program dari Indonesia seperti tradisi sebelumnya. Namun sayang,
karena kesalahan bodoh yang dilakukan antara pihak Alumni dan pihak Menpora
maka acara itu batal, dan rencana perpisahan terpaksa juga dipercepat. Maka
dampak yang paling terasa pada saat itu tertuju kepada peserta Indonesia yang
langsung kena serangan shock tingkat tinggi karena harus mengucapkan perpisahan
saat itu juga. Maka pecahlah semua air mata karena kita harus meninggalkan
hotel dan seluruh peserta pada detik itu juga, soalnya Menpora hanya membatasi
menginap sampai pukul 11 siang dan kita mengetahui kabar itu pada pukul
setengah sebelas siang setelah mengantar pulang peserta dari Kanada. Maka untuk
membuatnya “sedikit berkesan” kami memutuskan untuk tinggal dijakarta satu hari
lagi agar malamnya bisa makan malam bersama untuk terakhir kalinya. Maka
dikumpulkanlah orang-orang yang masih bisa stay di Jakarta sebelum pulang ke
daerahnya masing-masing di asrama mahasiswa Sulawesi Selatan disekitaran jalan
Pegangsaan didepan tugu proklamasi. Setelah terkumpul semuanya, yaitu saya
sendiri, Mas Danar, Mambri, Aal, Dian, Suci, Galih, Grace, El, Naje, Risna,
Putri, dan yang terakhir Adit minus Hendri yang tampaknya sibuk sekali sejak
menjejakkan kaki di Jakarta kita semua menuju Hotel Garuda yang ada disekitaran
pasar Senen, Galih yang orang tuanya tajir mampus itu mengirimkan om nya untuk
membukakan 5 kamar sekaligus untuk kita menginap!!
Makan nasi goreng disampaing jalan, sambil bercanda, minta
request lagu sama pengamen, tertawa, menangis dan jalan-jalan dikota jakarta
malam itu tidak mengurangi rasa kebersamaan kami. Dan puncaknya adalah Project Supervisor
dari Indonesia yaitu Ka Acho dan Ka Ainis datang mengunjungi kami dengan
membawa Durian yang gag bisa saya hitung sangking banyaknya, dan berpestalah
kami malam itu, mabuk Durian!!! Wakakakakakkaka. Kemudian terbersitlah ide
untuk pengakuan dosa semua pelanggaran yang pernah kami lakukan selama program
ini. Banyak kejadian mengejutkan dan kebohongan yang bau busuknya berhasil
ditutup-tutupi oleh kami, dan yang menjadi MAN OF THE MATCH malam itu adalah
Galih,, ni anak emang 100% penjahat dah nakalnya. Pantas dia minta terakhir
yang ngomong karena ternyata cerita kejahatan dia membuat anak-anak dan Project
Supervisor hanya bisa melongo dan menyumpah. Hahahahahhaha.
Jadi begitulah jadinya sekarang, everything come and go like
fly, there’s nothing left just memories. Dan sebagai pengobat rasa sakit hati
dan kesedihan saya, sekarang saya kabur ke Jogjakarta jadi gelandangan bersama
Adit dan mas Danar. Entah apa yang akan saya lakukan lakukan disana masih tanda
tanya besar, karena saya tidak tahu menahu Jogja, dengan bermodal moncong
besarnya mas Danar (yang emang terlahir bermoncong besar) yang katanya punya
abang didaerah uptown Jogja. Lumayanlah, dengan kenekatan tingkat tinggi karena
uang dikantong yang semakin lama semakin menipis, sayahpun sekarang sudah ada
dikereta ekspres kelas eksekutip duduk manis disamping pak masisnis yang
berkumis tipis. Hehehehe.
Satu hal yang membuat cacat perjalanan ini adalah para
jualan Getuk dan kawan kawan yang berteriak disamping pintu kompertemen karena
tidak bisa masuk kedalam kabin kerena ini adalah kelas eksekutip. Mungkin
karena hal itulah merka berteriak dengan semangat 45 untuk membangunkan para
penumpang pada pukul 3 pagi. Jancok!! Tidur lelap saya terganggu oleh teriakan
“Getuk .. Getuuuk!!,, Kopiii.. kopii..!! Nopiaaaaaah!!” canggihnya mereka
berteriak dalam birama 4/4 antara suara satu sampai tiga, hehehehhe. Adit yang
terbangun kaget karena suara teriakan mereka bertanya kepada salah satu penjual
getuk.
“pak, ini udah sampai daerah mana ya?.”
Dan penjualnya pun menjawab
“Getuuuk goreeeng asli Purwekertooo!”
Terjawablah sudah.
Seperti kata guru ngaji di kampung sayah, kehilangan adalah teguran Tuhan, agar kita lebih selalu
mengingat-Nya.
*catatan kaki
sedikit kejadian beberapa jam sebelum pergi ke Jogja.*
sayah dan
Danar bingung dan terlihat goblok sekali
berduaan dikamar hotel (karena jam 1 siang harus check out sedangkan
tiket kereta apinya jam 8 malem) setelah perpisahan dengan anak-anak yang lain
pagi harinya. Danar kemudian mengambil inisiatip untuk menelpon mba Firlana,
salah satu alumni program di Jakarta yang sukses bekerja disalah satu NGO yang
lumayan besar di gedung Intiland Tower Jl. Jend Sudirman, dengan niat minta
pertolongan. Gayung pun bersambut, kami disuruh beliau untuk datang kekantornya
dilantai sembilan dan kemudian diajak makan siang direstoran Cina yang sangat fancy
sekali. Halah! Jiwa anak kos saya pun keluar, tidak mau rugi, saya dan mas
Danar memesan makanan se enak jidat aja, walawpun bahasanya saya gag ngerti,
saya pesen makanan yang namanya paling panjang di menu . (karena biasanya kalo
makanan enak namanya tuh panjang dengan bahasa yang ngejelimet, dan biasanya
tebakan saya selalu benar, hehehheha). At least, today is not too bad, met and
greet with her little bit decrease my sadness about the farewell.. apa coba..
0 komentar:
Posting Komentar