Apa salah satu hal paling menarik selama gaul sama bule
selama 6 bulan? Jika muncul pertanyaan seperti itu maka jawabannya adalah
kemana-mana sukanya jalan kaki. Diakui apa tadik kita sebagai orang Indonesah
emang sukanya kemana-mana tuh simpel. Kalo ada motor nganggur, kalo mau
kewarung depan yang jaraknya hanya 100meter tuh asiknya emang pake motor,
alasannya simple, takut kena panas supaya kulitnya putihan (hei!! Sampeyan tinggal
dinegara yang mataharinya tuh nyengat dari terbit sampai terbenam!) alasan lain
ya ituh tadi,, males jalan atau yang paling lebai,, takut kakinya kayak gajah,,
halah!. Beda dengan bule-bule ituh, mereka akan memanfaatkan kesempatan jalan
kaki kemanapaun dan dimanapun, lah wong jarak antara RW 1 samapi RW 13 di desa
Cikandang noh 5km, lah mereka enjoy aja jalan kaki buat ngunjungi satu sama
lain . dan parahnya juga mereka pernah pulang jam 10 malem dan tentu saja ,
jalan kaki! (kalo ini sih keknya karena gag ada kendaraan yang ngangkut jam
segitu, hehehe)
Alasan diplomatisnya adalah jalan kaki baik untuk kesehatan
dan baik untuk environtment (ngerti ga loh?). Diluar negeri sana, waktu saya
melancong ke Kanada, memang perbandingan bentuk trotoarnya yang jauh lebih besar (dan penggunanya jauh lebih banyak!).
coba bandingkan dengan trotoar kita di Indonesah. Pertama, fungsi trotoar yang
seharusnya sebagai tempat pejalan kaki malah digunakan sebagai tempat jualan
pedagang kaki lima.Kedua, trotoar dijadikan “jalur alternatip” pengguna
kendaraan bermotor untuk memotong jalur ketika macet dan banjir, tak heran
banyak trotoar yang kita lihat hanya berbentuk gumpalan batu yang berserakan
karena dihantam bobot kendaraan bermotor. Masalah banjir inipun menjadi masalah
lain. Tapi kali ini kita gag ngbahas banjir dulu,, bisa panjang urusannya.
Mungkin emang karena kebudayaan kita yang sukanya santai
relax dan maunya enjoy serta gag mau repot, makanya gag bisa disalahkan juga
kalo orang Indonesah tuh jalannya lambaaat banget dibandingkan dengan bule-bule.
Kalo udah urusan hiking, atau menuju tempat tertentu yang lumayan jauh dan kemudian harus ditempuh
dengan jalan kaki, tak heran kalau “hampir semua” Indonesian pasti tertinggal
jauh dibelakang. Dan ketika sampai pada tempat kejadian perkara (hehe) kita
pasti pada tepar kecapean, atau minimal keram kaki lah. Budaya jalan kaki ini disinyalir karena perbedaan
suhu, tempratur dan musim yang sangat berbeda antara negara-negara yang masuk
dalam bagian 200 LU dan 200 LS dan diluarnya. Semakin
mendekati kutub, semakin kencanglah jalan mereka, karena mereka harus berjalan
ekstra cepat untuk menghangatkan badan didalam terpaan dinginnya musim winter dan sebaliknya, semakin ketengah
semakin lambat dan semakin malas orang-orangnya karena sengatan matahari yang
kelewat overdosis yang membuat pejalan kaki menghemat tenaga mereka untuk
mencegah keringat berlebih dan dehidrasi.
Karena kasus “jalan-kaki-kayak-keong” inilah yang sempat
menimbulkan ketegangan urat emosi antara Indonesah dan Canada ketika kita
manjat gunung api aktif Papandayan (pada ngiri kaaan,, hehehehe). Udah tu bule
kakinya pada jangkung dan langkah nan panjang-panjang ditambah jalan yang cepat
pulak, hah! Saya yang hitungannya emang hobby hiking dan manjat gunung aja masih
diurutan tengah-tengah, padahal speed udah yang paling poll, kasian cewe-cewe
bangsanya naje, el(yang punya penyakit asma) dan kawan-kawan yang emang ga kuat
jalan jauh. Mana semua partisipan Kanada tuh hobbynya jalan, kecuali satu orang
yang tak lain dan tak bukan adalah si
Treketek-Marketek alias Sebastian bau Ketek, counterpart sayah! Bahkan Marie
Piarre yang punya penyakit asma akut hobbynya jalan dan hiking dan segala macam
extreme sport (dia udah pernah bungee
jumping dan sky diving di
Afrika,, ngiri ah!). ya sudahlah, selama perjalan pendakian ke puncak
Papandayan satu-satunya Canadian yang tertinggal digrup belakang adalah
Counterpart sayah yang nyempil diantara segerombolan Indonesian yang kepayahan
mengejar kaki-panjang Canadian..!! ahhh...
Pernah kejadian waktu bulan-bulan awal di Kanada, waktu itu
sayah terpaksa mengungsi dirumah keluarga Van De Wiel( liat cerita smiling boxer) karena ditinggal Dave kerumah pacarnya. Malam pertama kita ngumpul
dirumah El buat nonton DVD bareng samapi tepar. Akhirnya karena bosan sayah
main gitar aja bareng anak Indonesah buat ngusir kebosenan karena gag ada
aktifitas lain yang bisa buat saya ngantuk malam itu. Setelah tangan sayah
kapalan karena kelamaan main gitar dan gag ada yang ngegantiin setelah beberapa
set lagu (sampai sayah nyanyi lagu-lagu gag jelas macam kangen band pun di
jabanin,, cuih!) saya pun mencari kegiatan lain. Canadian yang ada saat
itu seperti Steph, Jhon dan Anna
merasakan hal serupa juga rupanya, dan mereka berniat untuk melaksanakan “ritual”
Canadian ketika merasa bosan yang mereka sebut “Canadian Walk”, saya pun
tertarik untuk bergabung karena toh saya pengen ngerasain semua hal yang berbau
Canada. Dan apakah ritual itu?? Tak lain dan tak bukan adalah jalan kaki ditengah malam buta sodara-sodara!(
yaiyalah, walk kan artinya jalan, bukan ngesot) Hoho, saya yang kebetulan tidak
mengantuk juga gag ada kerjaan dan yakin dengan fisik saya yang lumayan juga
kalao diajak jalan yah ngikut ajah, awalnya mereka sangsi melihat fisik sayah
(secara dibandingkan dengan semua Canadian, badan sayah ini termasuk kurus
kering dan pendek!) dan mereka bilang “are
you sure Fahri? This is Canadian Walk , not Indonesian Walk” awalnya gag ngeh
mereka bilang gitu , terus Jhon bilang “ yes, because The Indonesian walk very
slow”. Tooooet,, darah nasionalisme saya terbakar dan langsung menjawab tegas “
SURE! YOU WANT TO CHALANGE ME?” mungkin mereka merasa tekanan dalam suara sayah
dan mereka pun meminta maaf dan saya pun joint dalam iring-iringan aneh yang
memang benar-benar akan terlihat sangat aneh jika kita berkeliaran di
Indonesia,, hehhehehe,, secara Jhon dan Steph yang jangkung dan Anna yang
terlalu berotot untuk seorang cewe dan sayah yang kecil kurus kerempeng nan
hitam legam berjalan diantara kaki cepat mereka yang terbiasa berjalan diudara
dingin pada pukul 12 malam!
Lalu apa hubungannya dengan Mitos Kaki Gajah?? Entah
darimana asalnya, tapi ini sudah saya dengar berkali-kali dari temen-temen
sayah yang kelewat noraknya kalo disuruh jalan untuk beli rokok atau sekedar
beli gorengan kedepan kampus. Sedikit jauh aja mereka langsung bilang “engga
mau akh,, ntar kakinya segede gajah!” atau kalo denger ada yang datang dari
jarak jauh dan jalan kaki mereka akan bilang “ iiih, dasar kaki gajah! Engga
banget lah yaw”. Mungkin temen-temen sayah memang norak sering menyebut jalan
kaki menyebabkan kaki kita obesitas dan sayah sebenarnya gag maksud encourage
anda untuk memperbanyak jalan kaki didalam tulisan ini, itu adalah hak
masing-masing makhluk hidup (dan mati) untuk jalan (dan ngesot) kan? Tapi
sejauh ini, selama program ini tentu saja, saya udah jalan kaki kemana-mana
mungkin lebih banyak dari seumur hidup sayah sampai sekarang, dan sangat
terbukti tentu sajah ukuran sepatu saya
gag berubah, Tetap 41 bukan pakai sepatu kuda atau sepatu gajah karena
kebesaran akibat kebanyakan jalan!!
ataukah orang Indonesahlah
yang sebenarnya norak?? Who knows
seperti yang dibilang
Trinity dalam bukunya “Naked Traveler” , “There’s no way to makes Indonesian
walk faster!”
0 komentar:
Posting Komentar