Senin, Maret 15, 2010

Mitos Kaki Gajah






Apa salah satu hal paling menarik selama gaul sama bule selama 6 bulan? Jika muncul pertanyaan seperti itu maka jawabannya adalah kemana-mana sukanya jalan kaki. Diakui apa tadik kita sebagai orang Indonesah emang sukanya kemana-mana tuh simpel. Kalo ada motor nganggur, kalo mau kewarung depan yang jaraknya hanya 100meter tuh asiknya emang pake motor, alasannya simple, takut kena panas supaya kulitnya putihan (hei!! Sampeyan tinggal dinegara yang mataharinya tuh nyengat dari terbit sampai terbenam!) alasan lain ya ituh tadi,, males jalan atau yang paling lebai,, takut kakinya kayak gajah,, halah!. Beda dengan bule-bule ituh, mereka akan memanfaatkan kesempatan jalan kaki kemanapaun dan dimanapun, lah wong jarak antara RW 1 samapi RW 13 di desa Cikandang noh 5km, lah mereka enjoy aja jalan kaki buat ngunjungi satu sama lain . dan parahnya juga mereka pernah pulang jam 10 malem dan tentu saja , jalan kaki! (kalo ini sih keknya karena gag ada kendaraan yang ngangkut jam segitu, hehehe)

Alasan diplomatisnya adalah jalan kaki baik untuk kesehatan dan baik untuk environtment (ngerti ga loh?). Diluar negeri sana, waktu saya melancong ke Kanada, memang perbandingan bentuk trotoarnya yang jauh  lebih besar (dan penggunanya jauh lebih banyak!). coba bandingkan dengan trotoar kita di Indonesah. Pertama, fungsi trotoar yang seharusnya sebagai tempat pejalan kaki malah digunakan sebagai tempat jualan pedagang kaki lima.Kedua, trotoar dijadikan “jalur alternatip” pengguna kendaraan bermotor untuk memotong jalur ketika macet dan banjir, tak heran banyak trotoar yang kita lihat hanya berbentuk gumpalan batu yang berserakan karena dihantam bobot kendaraan bermotor. Masalah banjir inipun menjadi masalah lain. Tapi kali ini kita gag ngbahas banjir dulu,, bisa panjang urusannya.

Mungkin emang karena kebudayaan kita yang sukanya santai relax dan maunya enjoy serta gag mau repot, makanya gag bisa disalahkan juga kalo orang Indonesah tuh jalannya lambaaat banget dibandingkan dengan bule-bule. Kalo udah urusan hiking, atau menuju tempat tertentu  yang lumayan jauh dan kemudian harus ditempuh dengan jalan kaki, tak heran kalau “hampir semua” Indonesian pasti tertinggal jauh dibelakang. Dan ketika sampai pada tempat kejadian perkara (hehe) kita pasti pada tepar kecapean, atau minimal keram kaki lah. Budaya  jalan kaki ini disinyalir karena perbedaan suhu, tempratur dan musim yang sangat berbeda antara negara-negara yang masuk dalam bagian 200 LU dan 200 LS dan diluarnya. Semakin mendekati kutub, semakin kencanglah jalan mereka, karena mereka harus berjalan ekstra cepat untuk menghangatkan badan didalam terpaan dinginnya musim  winter dan sebaliknya, semakin ketengah semakin lambat dan semakin malas orang-orangnya karena sengatan matahari yang kelewat overdosis yang membuat pejalan kaki menghemat tenaga mereka untuk mencegah keringat berlebih dan dehidrasi.

Karena kasus “jalan-kaki-kayak-keong” inilah yang sempat menimbulkan ketegangan urat emosi antara Indonesah dan Canada ketika kita manjat gunung api aktif Papandayan (pada ngiri kaaan,, hehehehe). Udah tu bule kakinya pada jangkung dan langkah nan panjang-panjang ditambah jalan yang cepat pulak, hah! Saya yang hitungannya emang hobby hiking dan manjat gunung aja masih diurutan tengah-tengah, padahal speed udah yang paling poll, kasian cewe-cewe bangsanya naje, el(yang punya penyakit asma) dan kawan-kawan yang emang ga kuat jalan jauh. Mana semua partisipan Kanada tuh hobbynya jalan, kecuali satu orang yang tak lain dan tak bukan adalah  si Treketek-Marketek alias Sebastian bau Ketek, counterpart sayah! Bahkan Marie Piarre yang punya penyakit asma akut hobbynya jalan dan hiking dan segala macam extreme sport (dia udah pernah bungee jumping dan sky diving di Afrika,, ngiri ah!). ya sudahlah, selama perjalan pendakian ke puncak Papandayan satu-satunya Canadian yang tertinggal digrup belakang adalah Counterpart sayah yang nyempil diantara segerombolan Indonesian yang kepayahan mengejar kaki-panjang Canadian..!! ahhh...

Pernah kejadian waktu bulan-bulan awal di Kanada, waktu itu sayah terpaksa mengungsi dirumah keluarga Van De Wiel( liat cerita smiling boxer) karena ditinggal Dave kerumah pacarnya. Malam pertama kita ngumpul dirumah El buat nonton DVD bareng samapi tepar. Akhirnya karena bosan sayah main gitar aja bareng anak Indonesah buat ngusir kebosenan karena gag ada aktifitas lain yang bisa buat saya ngantuk malam itu. Setelah tangan sayah kapalan karena kelamaan main gitar dan gag ada yang ngegantiin setelah beberapa set lagu (sampai sayah nyanyi lagu-lagu gag jelas macam kangen band pun di jabanin,, cuih!) saya pun mencari kegiatan lain. Canadian yang ada saat itu  seperti Steph, Jhon dan Anna merasakan hal serupa juga rupanya, dan mereka berniat untuk melaksanakan “ritual” Canadian ketika merasa bosan yang mereka sebut “Canadian Walk”, saya pun tertarik untuk bergabung karena toh saya pengen ngerasain semua hal yang berbau Canada. Dan apakah ritual itu?? Tak lain dan tak bukan adalah  jalan kaki ditengah malam buta sodara-sodara!( yaiyalah, walk kan artinya jalan, bukan ngesot) Hoho, saya yang kebetulan tidak mengantuk juga gag ada kerjaan dan yakin dengan fisik saya yang lumayan juga kalao diajak jalan yah ngikut ajah, awalnya mereka sangsi melihat fisik sayah (secara dibandingkan dengan semua Canadian, badan sayah ini termasuk kurus kering dan pendek!) dan mereka bilang  “are you sure Fahri? This is Canadian Walk , not Indonesian Walk” awalnya gag ngeh mereka bilang gitu , terus Jhon bilang “ yes, because The Indonesian walk very slow”. Tooooet,, darah nasionalisme saya terbakar dan langsung menjawab tegas “ SURE! YOU WANT TO CHALANGE ME?” mungkin mereka merasa tekanan dalam suara sayah dan mereka pun meminta maaf dan saya pun joint dalam iring-iringan aneh yang memang benar-benar akan terlihat sangat aneh jika kita berkeliaran di Indonesia,, hehhehehe,, secara Jhon dan Steph yang jangkung dan Anna yang terlalu berotot untuk seorang cewe dan sayah yang kecil kurus kerempeng nan hitam legam berjalan diantara kaki cepat mereka yang terbiasa berjalan diudara dingin pada pukul 12 malam!

Lalu apa hubungannya dengan Mitos Kaki Gajah?? Entah darimana asalnya, tapi ini sudah saya dengar berkali-kali dari temen-temen sayah yang kelewat noraknya kalo disuruh jalan untuk beli rokok atau sekedar beli gorengan kedepan kampus. Sedikit jauh aja mereka langsung bilang “engga mau akh,, ntar kakinya segede gajah!” atau kalo denger ada yang datang dari jarak jauh dan jalan kaki mereka akan bilang “ iiih, dasar kaki gajah! Engga banget lah yaw”. Mungkin temen-temen sayah memang norak sering menyebut jalan kaki menyebabkan kaki kita obesitas dan sayah sebenarnya gag maksud encourage anda untuk memperbanyak jalan kaki didalam tulisan ini, itu adalah hak masing-masing makhluk hidup (dan mati) untuk jalan (dan ngesot) kan? Tapi sejauh ini, selama program ini tentu saja, saya udah jalan kaki kemana-mana mungkin lebih banyak dari seumur hidup sayah sampai sekarang, dan sangat terbukti  tentu sajah ukuran sepatu saya gag berubah, Tetap 41 bukan pakai sepatu kuda atau sepatu gajah karena kebesaran akibat kebanyakan jalan!!

ataukah orang Indonesahlah  yang sebenarnya norak?? Who knows
seperti yang dibilang Trinity dalam bukunya “Naked Traveler” , “There’s no way to makes Indonesian walk faster!”

0 komentar:

 

Catatan Mahasiswa Sableng (C M S) Copyright Protect Reserved and Edited by ♥chamink♥ © 2012